skip to main |
skip to sidebar
Etika bagi seorang Pecinta Alam
Kegiatan seorang pecinta alam tidak terpisahkan dari lingkungan karena sebagian besar atau bahkan seluruh kegiatan pecinta alam berkaitan dengan lingkungan baik itu lingkungan hutan, gunung, gua, sungai, tebing dan lain-lain. Kegiatan tersebut merupakan wujud kedekatan seseorang dengan alam yang dicintainya.
Kegiatan kepecintaalaman tersebut pada masa sekarang ini merupakan suatu kegiatan yang cukup populer sehingga banyak orang yang ikut serta dan turut menggemarinya. Akan tetapi sekedar gemar saja tidak cukup. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kejadian semakin rusaknya alam akibat dari kegiatan yang mengatasnamakan kecintaannya terhadap alam dan juga terjadinya peristiwa-peristiwa kecelakaan pada saat kegiatan tersebut dilaksanakan, seperti misalnya pendakian gunung, penelusuran gua, arung jeram, panjat tebing dan lain-lain.
Kecelakaan ini bukanlah disebabkan alam yang kejam dan tidak terkuasai, tetapi lebih banyak tergantung pada para pecinta alam itu sendiri.
Demikianlah, kecintaalam tidak hanya menuntut minat dan semangat, namun juga yang terpenting adalah pengetahuan tentang alam dan lingkungannya, keter yang berupa perjalanan alam bebas atau ekspedisi tersebut, seorang pecinta alam harus membekali diri. Bekal tersebut berupa :
1. Mental. Seorang pecinta alam harus tabah menghadapi berbagai kesulitan di alam terbuka tidak mudah putus asa, dan berani. Berani dalam arti sanggup menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan kemudian mengatasinya dengan cara bijaksana dan benar mengakui keterbatasan kemampuan yang dimilikinya.
2. Teknik hidup alam bebas. Meliputi tali temali, PPPK, Metoda komunikasi, perkemahan dan bivak, Navigasi Darat, Survival, Mountaineering, Penelusuran Gua, Penelusuran Sungai dan SAR.
3. Fisik yang memadai. Karena kegiatan kepecintaalaman termasuk olahraga yang cukup berat dan seringkali tergantung kepada kemampuan fisik, maka setiap pecinta alam harus memiliki kemampuan fisik yang cukup kuat untuk menghadapi dan melaksanakan setiap kegiatan tersebut.
4. Etika. Seorang pecinta alam adalah bagian dari masyarakat yang memiliki kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang berlaku. Dalam setiap tindakan, seorang pecinta alam diharapkan menghargai kaidah, hukum dan norma masyarakat itu. Demikian sehingga terdapat kode etik pecinta alam yang akan memberikan pedoman sikap pecinta alam.
5. Kesadaran konservasi. Dengan memiliki bekal ini, seorang pecinta alam seharusnya sadar bahwa alam bukan hanya untuk dimanfaatkan demi kepentingan pribadi. Tetapi lebih dari itu, dia dituntut untuk mengutamakan perlindungan dan pelestariannya.
Etika Berkelana di Rimba Raya
Lokasi rimba raya yang menjadi sasaran kegiatan berkelana biasanya jauh dari tempat pemukiman. Rimba raya di Indonesia terwujud dalam berbagai bentuk ekosistem. Diantaranya adalah ekosistem hutan pegunungan, hutan berbukit-bukit, hutan dataran rendah, hutan savana, hutan pantai dan hutan tanah gambut. Sebaiknya kita tidak melakanakan perjalanan tanpa tujuan yang jelas dan persiapan perencanaan yang memadai. Agar rencana perjalanan berjalan dengan lancar, selamat dan sukses, terlebih dahulu harus diketahui hal-hal yang boleh dilakukan, hal-hal yang tidak boleh dilakukan, kemungkinan yang akan dihadapi, tindakan pada waktu tersesat, perlengkapan yang harus dibawa dan lain-lain.
Pengelana yang bertanggung jawab tidak akan melakukan :
· Menyalakan api secara tidak dikendalikan yang dapat menyebabkan kebakaran hutan
· Merusak tanda-tanda di lapangan, baik tanda-tanda lalu lintas, tanda larangan dan penjelasan tentang obyek-obyek
· Tidak merusak sarana dan prasarana wisata yang ada
· Tidak mengganggu unsur-unsur habitat dan satwa khas yang ada
· Tidak melakukan keisengan-keisengan yang dapat menyusahkan/mencelakakan orang lain (memasang petasan, jebakan dan lain-lain)
· Tidak membuat corat-coret pada pohon-pohon dan batu-batuan
· Menjauhkan diri dari perkataan dan perbuatan yang kurang terpuji (menurut norma agama dan adat istiadat)
· Tidak membuang sampah sembarangan, sedapat mungkin dibawa pulang
· Tidak melakukan perburuan satwa, apalagi yang dilindungi
· Tidak merusak tumbuhan dan batuan dengan coretan cat atau menorehnya dengan pisau
· Kurangi sedapat mungkin penebangan/pemotongan pohon dan belukar
· Pada keadaan darurat (tersesat, kecelakaan, perbekalan habis, dan lain-lain) jangan panik. Lakukan prosedur-prosedur yang diperlukan dan cari pertolongan secepatnya
Etika dalam Mendaki Gunung
Ketika anda memutuskan untuk melakukan perjalanan menuju sebuah gunung, tentu anda seharusnya mempersiapkan segala sesuatunya secara matang, baik personil, logistik, perlengkapan maupun pengetahuan medan.
Ketika anda merencanakan untuk menaiki sebuah gunung yang cukup sulit, tentu anda juga akan menyiapkan tim yang ideal dan solid menurut anda, dan anda tahu betul kemampuannya. Perbekalan dan peralatan yang cukup juga situasi medan dan route yang akan anda lalui, kemudian anda siap untuk melakukan perjalanan.
Bahaya tentu saja akan selalu ada baik itu dari anda dan tim anda yang menyangkut kesiapan perlengkapan dan peralatan tim maupun pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki tim dalam melakukan perjalanan. Bahaya dari luar akan selalu ada, tergantung kesiapan tim dan kesolidan tim dalam menghadapinya.
Mental akan sangat berpengaruh dalam perjalanan anda. Sejauh mana kemampuan leader dalam memimpin tim dan respect tim terhadap leader dengan segala keputusannya. Bagaimana sesama anggota tim saling mendukung dan membantu satu sama lain.
Demi keselamatan pengunjung dan kelestarian alam, pendaki hendaknya mematuhi kewajiban sebagai berikut :
1. Sebelum melakukan pendakian, calon pendaki diwajibkan melapor ke pos jaga terkahir, untuk dilihat apakah persyaratan pendakian telah dipenuhi atau belum
2. Pendaki juga diwajibkan melapor ke perangkat desa (terakhir) di rute perjalanan
3. Setelah pendakian, pendaki diwajibkan lapor ke pemberi ijin, untuk memastikan ada tidaknya pendaki yang telambat turun
4. Pendaki diwajibkan memperhatikan kebiasaan dan adat istiadat setempat (pakaian, hal-hal yang ditabukan dan lain-lain)
5. Bila terjadi musibah agar segera ke pos kehutanan dan atau aparat pemerintah setempat
6. Yakinkan bahwa bekas api unggun telah benar-benar padam sebelum ditinggalkan
7. Pendaki agar mempunyai asuransi kecelakaan diri
8. Larangan
Untuk berhasilnya suatu pendakian, agar diperhatikan larangan-larangan sebagai berikut:
· Dilarang keras membawa obor sebagai alat penerangan (pada pendakian malam hari), agar tercegah kebakaran. Sebagai gantinya dapat digunakan senter
· Dilarang membuang benda yang mengandung api (misalnya puntung rokok) selama pendakian
· Dilarang mempergunakan kayu untuk keperluan apapun (api unggun, masak, tongkat)
· Dilarang mengambil tumbuhan dan binatang, telur atau sarang apapun, terutama bila gunung yang didaki termasuk kawasan konservasi (cagar alam, taman nasional)
· Dilarang membuat kegaduhan (berbicara keras, membunyikan alat musik) yang dapat mengganggu kehidupan satwa dan pendaki lain
· Dilarang membuang sampah apapun (kertas, plastik, kaleng). Benda-benda tersebut harus diangkut kembali ke bawah
· Dilarang mencemari lingkungan, termasuk mencoret-coret batu, kulit/akar/daun pohon
· Dilarang melakukan tindakan apapun yang dapat mengganggu keaslian alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar